BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati.
Semua tahap itu membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya,
terutama, dengan orang yang dekat dengannya. Baik dekat dalam arti nasab maupun
dalam arti lingkungan.
Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya
dan orang lain serta timbulnya hubungan hukum antara dia dengan orang tua,
kerabat dan masyarakat lingkungannya.
Demikian juga dengan kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat
hukum kepada diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, selain itu,
kematian tersebut menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya (si mayit) yang
berhubungan dengan pengurusan jenazahnya. Dengan kematian timbul pula akibat
hukum lain secara otomatis, yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut
hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.
Adanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum
yang menyangkut bagaimana cara penyelesaian harta peninggalan kepada
keluarganya yang dikenal dengan nama
Hukum Waris. Dalam syari’at Islam ilmu tersebut dikenal dengan nama Ilmu
Mawaris, Fiqih Mawaris, atau Faraidh.
Dalam hukum waris tersebut ditentukanlah siapa-siapa yang menjadi
ahli waris, siapa-siapa yang berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebut,
berapa bagian mereka masing-masing bagaimana ketentuan pembagiannya serta
diatur pula berbagai hal yang berhubungan dengan soal pembagian harta warisan. Dari
uraian tersebut, penulis tertarik membuat
makalah tentang metode dalam pembagian harta warisan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
metode pembagian warisan sesuai dengan syariat Islam?
2. Bagamana
contoh penerapan metode tersebut dalam kehidupan bermasyarakat?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui:
1.
Metode pembagian warisan sesuai dengan syariat
Islam.
2.
Contoh penerapan metode tersebut dalam kehidupan
bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMBAGIAN WARISAN
Warisan terbagi menjadi dua bagian yaitu dengan faradh (ditentukan)
dan dengan ta’sib (tersisa).
a.
Bagian warisan
yang ditentukan (faradh) yaitu ahli waris yang memiliki bagian
yang telah ditentukan, seperti mendapatkan setengah (1/2) dan seperempat (1/4) dst.
dari hartanya.
b.
Bagian warisan
yang tersisa (ta’sib) yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian yang
tidak ditentukan.[1]
B. METODE PEMBAGIAN HARTA WARISAN
1.
Metode Usul
Al-Masail
Metode usul masail ialah suatu cara
penyelesaian pembagian harta pusaka dengan mencari dan menetapkan asal masalah
dari bagian-bagian para ahli waris. Metode ini adalah salah satu metode yang
sering dipakai oleh para ahli faraidh dalam menyelesaikan masalah pembagian
harta warisan.
Cara-cara menyelesaikan masalah
warisan menurut sistem usul masail ini ada beberapa langkah, diantaranya yaitu
:
§ Sebelum
menetapkan usul masail adalah menyeleksi/mencari para ahli waris.
§ Siapa saja
ahli waris yang termasuk dzawil arham dan ashab al-faraid.
§ Siapa saja
ahli waris penerima Ashabah
§ Siapa saja ahli
waris yang mahjub.
§ Menetapkan
bagian-bagian yang diterima oleh masing-masing ashab al-furud.
Misalnya : Apabila seorang meninggal
dunia dan meninggalkan ahli warisnya terdiri dari : Suami, Nenek garis ibu, 2
anak perempuan, Anak laki-laki saudara ibu, Ibu, cucu perempuan garis
perempuan, Bapak, 3 saudara seibu, Kakek, Paman.
Dari seleksi yang dilakukan dapat
diketahui bahwa ahli waris yang termasuk dzawil arham adalah :
§ Cucu
perempuan garis perempuan
§ Anak
laki-laki saudara ibu
Adapun ahli waris yang terhalang (ashabah) adalah :
§ 3 saudara
seibu, terhalang oleh anak perempuan dan bapak.
§ Nenek garis
ibu, terhalang oleh ibu dan bapak.
§ Paman,
terhalang oleh bapak.
§ Kakek
terhalang oleh bapak.
Jadi ahli waris yang menerima
bagian dan besarannya adalah
§ Suami sebesar
1/4 (karena ada anak)
§ 2 anak
perempuan sebesar 2/3 (karena dua orang)
§ Ibu sebesar
1/6 (karena ada anak)
§ Bapak
sebesar 1/6 + ashabah (karena bersama anak perempuan).
Setelah diketahui bagian
masing-masing ahli waris adalah mencari angka (kelipatan persekutuan terkecil)
yang dapat dibagi oleh masing-masing angka penyebut dari bagian ahli waris,
Misalnya :
§ Bagian ahli
waris 1/2 dan 1/3 asal masalahnya 6
§ Bagian ahli
waris 1/4, 2/3 dan 1/6 asal masalahnya 12\
§ Bagian ahli
waris 1/8 dan 2/3 asal masalahnya
24
Ada beberapa istilah yang dapat membantu memudahkan pencarian angka asal
masalah yaitu:
a.
Tamasul atau
Mumasalah.
Tamasul
dalam bahasa arab berarti at-tasyabuh
yang artinya adalah “sama bentuknya”.
Sedangkan menurut istilah yaitu apabila angka penyebut masing-masing bagian
sama besarnya. Maka angka asal masalahnya adalah mengambil angka tersebut.
Misalnya :
Ahli waris
|
Bagian
|
Angka Asal masalah
|
2 saudara perempuan
sekandung
|
2/3
|
3
|
2 saudara
seibu
|
1/3
|
3
|
b.
Tadakhul
atau Mudakhalah.
Tadakhul
dalam bahasa arab berasal dari kata dakhala
yang berarti “masuk”. Sedangkan
menurut istilah yaitu apabila angka penyebut pada bagian ahli waris, yang satu
bisa dibagi dengan penyebut yang lain. Angka asal masalahnya mengambil penyebut
yang besar.
Misalnya :
Ahli waris istri dan anak perempuan, istri 1/8 dan anak ½ maka asal masalahnya
adalah 8.
c.
Tawafuq atau
Muwafaqah.
Tawaquf
dalam bahasa arab berarti bersatu.
Sedangkan menurut ilmu faraid adalah apabila angka penyebut pada bagian yang
diterima ahli waris tidak sama, angka penyebut terkecil tidak bisa untuk
membagi angka penyebut yang besar, akan tetapi masing-masing angka penyebut
dapat dibagi oleh angka yang sama.
Misalnya :
Ahli waris
|
Bagian
|
Angka Asal masalah
|
Istri
|
1/8
|
24
|
Ibu
|
1/6
|
24
|
Anak perempuan
|
½
|
24
|
Angka
asal masalahnya adalah mengalikan angka penyebut yang satu dengan hasil bagi
angka penyebut yang lain. 8 x (6 : 2) = 24 atau 6 x 8 : 2) = 24
d.
Tabayun atau
Mubayanah.
Tabayun
dalam bahasa arab berarti tabaa’ud
yakni “saling berjauhan atau saling
berbeda”. Sedangkan dalam ilmu faraid adalah apabila angka penyebut dalam
bagian ahli waris masing-masing tidak sama, yang satu tidak bisa membagi angka
penyebut yang lain dan masing-masing tidak bisa dibagi oleh satu angka yang
sama. Maka asal masalahnya adalah dengan cara mengalikan angka penyebut
masing-masing.
Misalnya :
§ Apabila ahli
waris terdiri dari suami dan ibu, maka suami 1/2 dan ibu 1/3. Maka asal
masalahnya adalah 2x3 = 6.
§ Apabila ahli
waris terdiri dari istri dan 2 anak perempuan, maka istri 1/8 dan 2 anak
perempuan 2/3 maka asal masalahnya adalah 8x3 = 24.
Contoh :
Seseorang meninggal dunia, harta warisan yang
ditinggalkan sejumlah Rp. 12.000.000, ahli warisnya terdiri dari : suami, anak
perempuan, cucu perempuan garis laki-laki dan saudara perempuan sekandung.
Bagian masing-masing adalah :
KPT (asal masalah) = 12
Suami =
1/4 x 12 = 3
Anak Perempuan = 1/2 x 12 = 6
Cucu Perempuan = 1/6 x 12 = 2
Jumlah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . =
11
Sisa = 12 – 11 =
1 (untuk saudara perempuan selaku
asabah)
Dengan demikian maka hasilnya:
Suami =
1/4 x
12.000.000,- = Rp. 3.000.000,-
Anak Perempuan = 1/2 x
12.000.000,- = Rp. 6.000.000,-
Cucu Perempuan = 1/6 x
12.000.000,- = Rp. 2.000.000,-
Saudara Perempuan =
1/12 x 12.000.000,- = Rp. 1.000.000,-
Jumlah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . = Rp.
12.000.000,-
2. Metode Tashih Al-Masail
Tashih Al-Masail ialah mencari angka asal masalah yang terkecil agar dapat
dihasilkan bagian yang diterima ahli waris tidak berupa angka pecahan. Metode
Tashih Al-Masail ini hanya digunakan apabila bagian yang diterima ahli waris
berupa angka pecahan. Oleh karena itu, langkah ini hanya semata-mata untuk memudahkan
perhitungan dalam pembagian warisan.
Adapun langkah-langkah yang perlu diambil dalam Tashih Al-Masail adalah
memperhatikan :
§ Pecahan pada
angka bagian yang diterima ahli waris (yang terdapat dalam satu kelompok ahli
waris).
§ Pecahan pada
angka bagian yang diterima ahli waris, terdapat pada lebih dari satu kelompok
ahli waris.
§ Selanjutnya
untuk menetapkan angka Tahsis al-masailnya ditempuh dengan :
o Mengetahui
jumlah person (kepala) penerima warisan dalam satu kelompok ahli waris.
o Mengetahui
bagian yang diterima kelompok tersebut.
o Mengalikan
jumlah person dengan bagian yang diterima kelompoknya.
Contoh :
Jika seseorang meninggal dunia, meninggalkan ahli
waris yang terdiri dari ibu, ayah, 2 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Maka
bagian masing-masing adalah :
Ahli Waris
|
FD
|
Bagian
|
Asal Masalah
|
6
|
|||
Ibu
|
1/6
|
1
|
|
Ayah
|
1/6
|
1
|
|
2 anak laki2
|
As
|
4
|
|
2 anak perempuan
|
As
|
Contoh diatas dapat diketahui bahwa
bagian yang diterima anak laki-laki dan anak perempuan adalah 4. Jika bagian laki-laki dua kali bagian
perempuan, maka jumlah 2 laki-laki = 4
dan 2 perempuan = 2. Jadi seluruhnya 6. Angka 4 tidak bisa dibagi habis oleh
angka 6, oleh karena itu perlu ditakhsis angka asal masalahnya. Yaitu mencari
angka dari hasil bagi antara bagian yang diterima dan jumlah person dibagi oleh
satu angka . setelah itu dikalikan dengan angka asal masalah. Yaitu angka 4 : 2
= 2, atau 6 : 2 = 3 angka asal masalah 6 x 3 = 18.
Ahli Waris
|
FM
|
Bagian
|
AM
|
Tashih al-masail
|
Penerimaan
|
6
|
6 x 3 = 18
|
||||
Ibu
|
1/6
|
1
|
1 x 3
|
3
|
|
Ayah
|
1/6
|
1
|
1 x 3
|
3
|
|
2 anak laki2
|
As
|
4
|
4
|
4/6 x 12
|
8
|
2 anak perempuan
|
As
|
2
|
2/6 x 12
|
4
|
Penetapan
ahli waris yang mendapatkan bagian
Untuk melaksanakan suatu pembagian warisan dari harta pusaka peninggalan
seseorang perlu ditetapkan terlebih dahulu ahli waris yang berhak menerima
warisan, misalnya Jika seseorang meninggalkan beberapa ahli waris, yaitu:
1)
Ayah
2)
Ibu
3)
Suami
4)
Paman
5)
Anak laki-laki
6)
Anak perempuan
7)
Kakek
8)
Anak dari paman
9)
Saudara seibu atau seayah atau sekandung.
Dengan
demikian dapat ditetapkan bahwa ahli waris yang berhak menerima warisan karena
tidak terhalang sebagai berikut:
1)
Ibu, karena pewaris meninggalkan anak, maka ia
memperoleh 1/6 bagian.
2)
Ayah, karena pewaris meninggalkan anak, maka ia
memperoleh 1/6 bagian.
3)
Suami, karena pewaris meninggalkan anak, maka ia
memperoleh 1/4 bagian.
4)
Anak laki-laki dan perempuan menjadi ashabah mendapat
sisa harta dengan pembagian, laki-laki dua bagian dan perempuan sebagian.
Selanjutnya
kita turunkan angka bagian-bagian tersebut diatas yaitu: 1/6, 1/6 dan 1/4,
sedangkan asabah tidak ada angka. Kemudian kita cari angka yang dapat dibagi
1/6 dan 1/4 dengan tidak pecah.
ika didapat
satu angka yang dapat dibagi 6, maka dinamakan masalah 6, kalau dapat angka 12
maka dinamakan masalah 12 dan demikian seterusnya.
Masalah di
atas disebut masalah 12, karena kita buang satu angka dari dua angka 1/6 tadi
(1/6+1/6) tamasul (serupa) jadi
tinggal 1/6 dan 1/4, maka 6 dan 4 dinamakan tawakuf (sepakat). Oleh karena itu ½ dari 6 dikalikan 4 hasilnya 12, atau ½
dari 4 dikalikan 6 hasilnya 12 juga, dengan demikian maka pembagiannya adalah
sebagai berikut:
Ibu memperoleh 1/6 dari 12 . . . . . . . . . . . = 2
Bapak memperoleh 1/6 dari 12 . . . . . . . . . = 2
Suami memperoleh 1/4 dari 12 . . . . . . . . . = 3
Jumlah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . = 7
Sisanya 5 bagian untuk anak laki-laki dan perempuan. Karena 5
tidak dapat dibagi 3 yaitu dua bagian untuk anak laki-laki sebagian untuk anak
perempuan, maka 3 bagian itu dikalikan 12 menjadi 36. Maka pembagiannya adalah:
Ibu memperoleh 1/6 dari . . . . . . . . . . . . . = 6
Bapak memperoleh 1/6 dari 36 . . . . . . . . . = 6
Suami memperoleh 1/4 dari 36 . . . . . . . . . = 9
Jumlah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . = 21
36 diambil 21, sisanya 15 di bagi 3 yaitu:
Untuk anak laki-laki dua bagian dari 15 . . . . . = 10
Untuk anak perempuan satu bagian dari 15 . . . = 5
Jumlah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . = 36
Contoh
pembagian warisan.
Untuk mengetahui bagian
masing-masing ahli waris ada beberapa macam, tetapi yang termashur ada dua
macam. Pertama, dengan mengeluarkan
bagian masing-masing ahli waris (membagi
jumlah harta dengan asal masalah), kemudian dikembalikan dengan bilangan
dari bagian setiap ahli waris
Misalnya :
Contoh 1
Seseorang meninggal. Ahli warisnya
dua orang anak laki-laki, harta warisan sebesar Rp. 1.500.000,-. Dengan
demikian kedua anak laki-laki itu mewarisi semua harta warisan karena menjadi
asabah dan masing-masing memperoleh 1/2 x Rp.1.500.000,- = Rp. 750.000,-
Contoh 2
Seseorang meninggal. Ahli warisnya
seorang anak laki-laki dan dua anak perempuan, harta warisan senilai Rp.
2.000.000,-. Berapa pembagian masing-masing?
Pembagiannya adalah:
Seorang anak laki-laki mendapat
2 x bagian anak perempuan . . . . . . . . . . = 2 bagian
Dua orang anak perempuan mendapat . . = 2 bagian
Jumlah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . = 4 bagian
Bagian
seorang anak laki-laki = 2/4 x
Rp. 2.000.000 = Rp. 1.000.000,-
Bagian dua
orang anak perempuan = 2/4 x Rp.
2.000.000 = Rp. 1.000.000,-
Bagian seorang anak perempuan = 1/2 x Rp. 1.000.000 = Rp.
500.000,-
Contoh 3
Seseorang meninggal. Ahli warisnya
seorang anak perempuan, suami, dan ayah. Harta warisan senilai Rp. 1.200.000,-.
Berapa rupiah pembagian masing-masing?
Pembagiannya adalah:
Anak perempuan mendapat 1/2 (karena tunggal)
Suami mendapat 1/4 (karena
ada anak)
Ayah menjadi asabah (karena tidak ada anak laki-laki dan cucu laki-laki)
KPT (asal masalah) =
4
Anak perempuan =
1/2 x 4 = 2
Suami =
1/4 x 4 = 1
Jumlah =
3
Sisa =
4-1 = 1 (untuk ayah selaku ashabah)
Jumlah ………………………… =
4 (KPT)
Dengan demikian maka hasilnya:
Anak perempuan =
1/2 x Rp. 1.200.000,- = Rp. 600.000,-
Suami =
1/4 x Rp. 1.200.000,- = Rp. 300.000,-
Ayah =
1/4 x Rp. 1.200.000,- = Rp. 300.000,-
Jumlah ………………………………………….. = Rp. 1.200.000,-
Contoh 4
Seorang meninggal. Ahli warisnya seorang anak perempuan,
seorang cucu perempuan dari anak laki-laki, suami dan kakek. Harta peninggalan
senilai 12.000.000,-. Berapa bagian masing-masing?
Pembagiannya adalah:
Anak perempuan memperoleh 1/2 (karena tunggal)
Cucu perempuan memperoleh 1/6 (karena ada anak perempuan)
Suami memperoleh 1/4 (karena ada anak)
Kakek menjadi asabah (karena tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki dan ayah)
Asal masalah (KPT) =
12
Anak perempuan =
1/2 x 12 = 6
Cucu perempuan =
1/6 x 12 = 2
Suami =
1/4 x 12 = 3
Jumlah ……………………………. =
11
Sisa =
12 – 11 = 1 (untuk
kakek selaku asabah)
Dengan demikian maka hasilnya:
Anak perempuan =
6/12 x 12.000.000,- = Rp.
6.000.000,-
Cucu perempuan =
2/12 x 12.000.000,- = Rp.
2.000.000,-
Suami =
3/12 x 12.000.000,- = Rp. 3.000.000,-
Kakek =
1/12 x12.000.000,- = Rp.
1.000.000,-
Jumlah ………………………………………… = Rp.12.000.000,-
Contoh 5
Seorang meninggal ahli warisnya
terdiri dari : istri, ibu, bapak dan anak laki-laki. Harta warisannya sejumlah
Rp. 48.000.000,- bagian masing-masing adalah :
KPT (asal masalah) =
24
Isteri =
1/8 x 24 = 3
Ibu =
1/6 x 24 = 4
Bapak =
1/6 x 24 = 4
Jumlah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . =
11
Sisa =
24 – 11 = 13 (untuk
anak laki-laki selaku asobah)
Dengan demikian maka hasilnya:
Isteri = 1/8
x 48.000.000,- = Rp.
6.000.000,-
Ibu = 1/6
x 48.000.000,- = Rp.
8.000.000,-
Bapak = 1/6
x 48.000.000,- = Rp.
8.000.000,-
Anak laki-laki = 13/24
x 48.000.000,- = Rp.26.000.000,-
Jumlah . .. . .
. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . = Rp.48.000.000,-
3.
Al-Aul,
Ar-Radd dan Cara Pembagian Sisa Harta
1) Al-Aul
Aul adalah
terjadi karena berkumpulnya beberapa ahli waris zu fardin yang masing-masing
mendapat prioritas sehingga bagian mereka menjadi berkurang tetapi asal
masalahnya menjadi besar.
Dengan kata lain aul terjadi apabila jumlah
penyebut lebih kecil dari pada pembilang. Misalnya seorang mayat meninggalkan
suami dan dua saudara perempuan sekandung. Bagian masing-masing adalah 1/2 dan
2/3 harta warisan.
Asal masalahnya (KPT) = 6 (pembilang)
Maka suami akan memperoleh………..1/2 x
6 = 3/6
Dua saudara perempuan sekandung……2/3
x 6 = 4/6
Jumlah ………………………………………… = 7/6
Hal
ini cukup menyulitkan, sebab bila dilaksanakan secara utuh akan menjadi minus
(berkurang). Untuk mengatasi masalah ini ditempuh cara membulatkan menjadi 7
atau KPT dijadikan 7 jadi 7/7. Dengan demikian hasilnya:
Maka suami akan memperoleh ………………………. 1/2 x 6 = 3/7
Dua saudara perempuan sekandung…………………. 2/3 x 6 = 4/7
Jumlah ………………………………………………………… = 7/7
Jadi Aul adalah cara mengatasi kesulitan pembagian harta warisan, bila
terjadi antara asal masalah yang dilambangkan angka pembilang lebih kecil dari
pada jumlah penyebutnya. Pemecahan ini diatasi dengan pembulatan angka
pembilang.
Contoh:
Seorang meninggal. Ahli warisnya 3
orang istri, 7 anak perempuan, ibu dan ayah. Harta warisan Rp. 27.000.000,-.
Berapa rupiah masing-masing mendapatkan?
Pembagiannya adalah:
Pembagiannya adalah:
3 orang isteri memperoleh ……………………… = 1/8 harta pusaka
7 0rang anak perempuan memperoleh………… = 2/3 harta pusaka
Ayah memperoleh ……………………………... = 1/6 harta pusaka
Ibu memperoleh ……………………………….. = 1/6 harta pusaka
Asal masalah (KPT) =
24
3 orang isteri memperoleh ……………………… = 1/8 x 24 = 3 bagian
7 0rang anak perempuan memperoleh………… = 2/3 x 24 = 16 bagian
Ayah memperoleh ……………………………... = 1/6 x 24 = 4 bagian
Ibu memperoleh ……………………………….. = 1/6 x 24 = 4 bagian
Jumlah …………………………………………………….……= 27 bagian
Dengan
demikian KPT-nya ditambah dari 24 menjadi 27, supaya bagian mereka
masing-masing cukup. Jadi bagian msing-masing adalah:
3 orang isteri …………… =
3/27 x Rp. 27.000.000,- = Rp. 3.000.000,-
7 0rang anak perempuan. = 16/27 x Rp. 27.000.000,- =
Rp. 16.000.000,-
Ayah …………………… =
4/27 x Rp. 27.000.000,- = Rp. 4.000.000,-
Ibu ……………………… =
4/27 x Rp. 27.000.000,- = Rp. 4.000.000,-
Jumlah …………………………………………………. = RP. 27.000.000,
2)
Ar-Radd
Radd dalam arti
bahasa adalah pengembalikan. Dalam arti istilah mengembalikan sisa harta pusaka
kepada ahli waris. Misalnya seseorang wafat, meninggalkan seorang ibu dan dan
anak perempuan. Ibu mendapat 1/6 dan anak perempuan 1/2.
Asal masalahnya (KPT) =
6
Ibu memperoleh ……..... =
1/6 x 6 = 1
Anak perempuan ……... =
1/2 x 6 = 3
Jumlah ……………………………. .. = 4
Sisa ………………. ……..=
6 – 4 = 2 ,
Jadi sisa 2. Untuk itu kita
kurangkan asal masalahnya dari 6 menjadi 4. Dengan demikian ibu mendapat 1/4
dan anak perempuan mendapat 3/4. Demikian mengembalikan sisa harta pusaka
kepada ahli waris fardin itu disebut Radd.
Contoh:
Seorang meninggal. Ahli warisnya
seorang anak perempuan dan ibu. Harta warisan senilai Rp. 1.000.000,-.
Berapakah bagiannya masing-masing?
Pembagiannya adalah:
Anak perempuan memperoleh 1/2 dari harta pusaka, ibu
memperoleh 1/6 dari harta pusaka.
Jadi asal masalah (KPT) nya = 6
Untuk anak perempuan ……….. = 1/2 x 6 = 3 bagian
Untuk ibu ……………………… =
1/6 x 6 = 1 bagian
Jumlah …………………………………..… = 4 bagian
Sisanya 6 – 4 = 2 bagian. Sisa ini
dibagikan kembali kepada anak perempuan dan ibu karena tidak ada ahli waris
yang lain dengan cara mengurangkan KPT-nya dari 6 menjadi 4 sehingga bagian
masing-masing adalah:
Anak perempuan mendapat = 3/4 x Rp. 1.000.000,- = Rp.
750.000,-
Ibu mendapat ……………… =
1/4 x Rp. 1.000.000,- = Rp. 250.000,-
Jumlah ………………………………………………... = Rp. 1000.000,-
3)
Cara
pembagian sisa harta
Sisa harta dapat dibagi dengan cara sebagai berikut:
§ Jika
memperoleh bagian kembali hanya seorang saja, misalnya hanya ibu saja, maka
harta pusaka semuanya diberikan kepadanya. Berarti 1/3 diperoleh melalui
ketentuan dan 2/3 diperoleh melalui pembagian kembali (sisa).
§ Jika yang
memperoleh bagian kembali, dua orang atau lebih, sedang derajat mereka sama
seperti beberapa saudara seibu, maka harta dibagi rata antara mereka. Berarti
harta warisan diperoleh dengan jalan ketentuan dan pembagian kembali (sisa).
§ Jika mereka
mendapat pembagian sisa terbilang, sedang derajat mereka tidak sama hendaklah
diambil jumlah ketentuan mereka atau persatuannya. Misalnya anak perempuan
memperoleh ½ dan ibu memperoleh 1/6, maka dalam pembagian sisa harta warisan
juga seperti ketentuan tersebut.
Dalam
pembagian sisa hasil warisan, sebaiknya kerabat dekat perhatikan sebagai
penyambung keluarga. Lebih-lebih yang miskin dan anak yatim. sabda Nabi SAW:
Artinya:
“berikanlah
harta pusaka itu kepada ahlinya menurut ketentuan satu persatunya, maka sisanya
untuk keluarga yang pria lebihhampir (dekat)”.(H.R Bukhari dan Muslim).[2]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari pembahasan tersebut adalah:
1.
Suatu cara
menyelesaikan pembagian harta pusaka dengan mencari dan menetapkan asal masalah
dari fardh-fardh para ahli waris. Metode ini adalah salah satu metode yang
sering dipakai oleh para ahli faraidh dalam menyelesaikan masalah pembagian
harta warisan yang disebut metode usul masail
2.
Tashih Al-Masail ialah
mencari angka asal masalah yang terkecil agar dapat dihasilkan bagian yang
diterima ahli waris tidak berupa angka pecahan. Metode Tashih Al-Masail ini
hanya digunakan apabila bagian yang diterima ahli waris berupa angka pecahan.
3. Aul adalah terjadi karena berkumpulnya beberapa ahli waris zu fardin yang
masing-masing mendapat prioritas sehingga bagian mereka menjadi berkurang
tetapi asal masalahnya menjadi besar.
4. Radd dalam arti bahasa adalah pengembalikan. Dalam arti istilah mengembalikan
sisa harta pusaka kepada ahli waris
B.
Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami sebagai penulis
menyampaikan banyak terimakasih kepada Bapak Dosen yang telah membimbing kami.
Namun kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami meminta saran dan kritik yang konstruktif dari
Dosen dan para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
As-Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Ustamin. 2003. Ilmu Waris. Jakarta:
Ash-Shaf Media.
Http://yusufoela.blogspot.co.id/2016/02/metode-pembagian-harta-warisan-dan_27.html,
diakses pada 05-10-2016 p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar