Selasa, 26 September 2017

Makalah Sejarah Peradaban Islam - Islam Masa Rasulullah (Perkembangan Islam Di Periode Makkah)



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits adalah agama dakwah. Yang dimaksud agama dakwah, kata Max Muller, agama yang di dalamnya usaha menyebarluaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya dianggap sebagai tugas suci oleh pendirinya atau oleh para penggantinya. Semangat memperjuangkan kebenaran itulah yang tak kunjung padam dari jiwa para penganutnya, sehingga kebenaran itu terwujud dalam pikiran, kata-kata dan perbuatan, semangat yang membuat mereka sangat tidak puas sampai berhasil menanamkan nilai kebenaran itu ke dalam jiwa setiap orang, sehingga apa yang diyakini sebagai kebenaran di terima oleh seluruh manusia.
Perkembangan Islam pada masa Rasulullah melalui berbagai macam cobaan tantangan yang dihadapi untuk menyebarkannya. Islam berkembang dengan pesat hampir semua lapisan masyarakat dipegang dan di kendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan juga menyebarkan Islam sebagai agama Tauhid yang diridhoi. Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa Islam pada zaman Rasulullah merupakan Islam yang luar biasa pengaruhnya.
Makkah merupakan tempat pertama yang di dakwah oleh Rasulullah. Makkah adalah lembah yang sangat tandus, kondisi geografis seperti inilah berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya, penduduk Makkah bertempramen buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam. Sehingga hal itu berpengaruh pada watak dan perilaku mereka yang cenderung lebih agresif, egois, keras kepala serta tidak mudah bagi mereka untuk dapat menerima pendapat atau keyakinan orang lain. Adapun cirri-ciri masyarakat Makkah ketika itu adalah menyembah berhala, membunuh dan berperang serta berzina. Selain itu, mereka juga senang mengubur anak perempuan hidup-hidup karena pada masa itu melekat sebuah anggapan bahwa mempunyai anak perempuan merupakan sebuah kehinaan yang mendalam. Hadirnya Rasulullah SAW. di lingkungan tersebut, maka sedikit demi sedikit merubah budaya-budaya yang tidak memanusiakan manusia dalam artian budaya-budaya yang mengarah kepada keburukan menjadi budaya-budaya yang mengarah kepada kebaikan dalam agama Islam.

B.       Rumusan Masalah
Melihat latar belakang yang dipaparkan di atas, diperoleh rumusan masalah     sebagai berikut:
1.    Apa pengertian Makkah ?
2.    Bagaimana perkembangan Islam di periode Makkah ?
3.    Keberasilan dan pengaruh dakwa islam ?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud Makkah
2.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Islam pada priode Makkah
3.      Untuk mengetahui keberhasilan dan pengaruh dakwah Islam







BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Makkah
Makkah merupakan sebuah kota utama yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini juga dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman di selatan dan Syiria di utara. Kota ini menjadi tujuan utama kaum muslimin dalam menunaikan ibadah haji. Di kota ini terdapat sebuah bangunan utama yang bernama Masjidil Haram dengan Ka’bah di dalamnya. Bangunan Ka’bah ini dijadikan patokan arah kiblat untuk ibadah shalat Umat Islam di seluruh dunia. Kota ini merupakan kota suci Umat Islam dan tempat lahirnya Rasulullah SAW.[1]

B.       Perkembangan Islam di Periode Makkah
Sebelum masa masuknya Islam di Makkah, kebanyakan kaum Arab beribadat dengan cara melakukan penyembahan berhala dan mereka menjadikan Ka’bah sebagai pusat peribadatan mereka, hal tersebut bisa dikatakan sudah cukup lama berlangsung sampai Rasulullah SAW. datang dan membawa keyakinan lain yaitu ketauhidan atau mengesakan Allah SWT.[2]
Rasulullah SAW. datang menjelang usianya yang keempat puluh, ia berkontemplasi ke gua Hira, beberapa kilometer di Utara Makkah. Di sana Rasulullah mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama yakni pada Surah Al A’laq: 1-5
Inilah ayat-ayat al Quranul Karim yang mula-mula diturunkan. Dan mengatakan bahwa ayat-ayat ini belum menyuruh Rasulullah menyeru manusia kepada suatu agama Allah, dan belum pula memberitahukan kepadanya bahwa dia adalah utusan Allah. Akan tetapi ayat–ayat itu mempunyai pesan yang luar biasa, yang belum diketahui oleh Rasulullah. Itulah sebabnya maka ia segera kembali ke rumahnya dalam keadaan gemetar, apalagi dia dipeluk dengan keras oleh Jibril beberapa kali, kemudian dilepaskan dan disuruhnya membaca, seperti disebutkan di atas.[3]
Setelah Jibril turun membawa wahyu yang pertama, dia tidak muncul lagi untuk beberapa lama. Rasulullah menanti-nantikan kedatangannya dan selalu datang ke gua Hira. Pada suatu hari kedengaranlah oleh beliau bunyi suara dari langit lalu diangkatkannya kepalanya ke atas, maka kelihatanlah oleh beliau malaikat Jibril. Melihat pemandangan itu, tubuh beliau berasa gemetar. Beliau pulang ke rumahnya dalam keadaan takut. Sesampainya di rumah, beliau terus tidur sambil berkata kepada keluarganya :
“Selimutilah aku! Selimutilah aku!”
Maka diselimutilah oleh mereka. Dalam keadaan seperti itu, datanglah Jibril menyampaikan wahyu Allah kepada beliau yakni surah Al Muddattsir: 1-7
Dengan turunnya perintah ini, maka mulailah Rasulullah berdakwah. Untuk mengawali dakwah tersebut, ada berbagai periode dakwah yang dilakukan oleh beliau diantaranya: [4]
1.    Periode dakwah secara diam-diam atau rahasia
Pada periode ini, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia. Rasulullah SAW. mulai melaksanakan dakwah Islam di lingkungan sendiri dan di kalangan sahabat-sahabat karibnya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat dekatnya. Mula-mula isterinya sendiri yaitu Siti Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang pada waktu itu baru berumur 10 tahun. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh Rasulullah sejak ibunya Aminah masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Kemudian Rasulullah juga menyeru Abu Bakar. Hubungan Rasulullah dengan Abu Bakar sangat erat karena sejak masa kanak-kanak mereka bersahabat baik, karena itulah, Abu Bakar pun segera masuk Islam dan ikut menyerukan agama Islam.
Banyak orang yang masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar. Mereka terkenal dengan julukan “Assabiqunal Awwalun” (orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam). Mereka ialah : Utsman ibnu Affan, Zubair ibnu Awwam, Abdurrahman ibnu ‘Auf, Sa’ad ibnu Abi Waqqash, Thalhah ibnu Ubaidillah, Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah dan Al Arqam ibnu Abil Arqam. Mereka dibawa Abu Bakar langsung kepada Rasulullah dan masuk Islam di hadapan Rasulullah sendiri. Selain itu, banyak pula hamba sahaya dan orang-orang miskin yang masuk Islam.

2.    Periode dakwah secara terang-terangan dan terbuka
Setelah beberapa lama berdakwah secara diam-diam selama tiga tahun, kemudian sesudah itu Rasulullah mengerjakan secara terang-terangan. Hal ini dilakukan Rasulullah atas dasar perintah dari Allah SWT. dalam Surah Al Hijr: 94.
Dengan turunnya wahyu tersebut, maka Rasulullah mengajak kepada semua orang tanpa kecuali untuk masuk ke dalam Islam.[5] Mula-mula ia mengumpulkan dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka, “Saya tidak pernah melihat seorang di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepadamu dunia dan akhirat yang terbaik. Allah memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?” [6]
Perkataan Rasulullah ini disambut dengan baik dan dibenarkan oleh sebahagian dari mereka seperti Ali, tetapi sebahagian yang lain mendustakaannya, seperti Abu Lahab paman Rasulullah sendiri yang sangat mendustakan dan demikian juga isteri Abu Lahab.
Pada kesempatan itu, Abu Lahab berkata: “Celakalah engkau hai Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami?”
Dengan perilaku Abu Lahab dan isterinya tersebut maka, turunlah Surah Al Lahab: 1-5.
Langkah dakwah seterusnya yang diambil Rasulullah adalah menyeru masyarakat umum. Rasulullah mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Mula-mula ia menyeru penduduk Makkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Di samping itu, ia juga menyeru orang-orang yang datang ke Makkah, dari berbagai negeri untuk mengerjakan haji. Kegiatan dakwah dijalankannya tanpa mengenal lelah. Dengan usahanya yang gigih, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Rasulullah yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah.
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasulullah. Semakin bertambahnya jumlah pengikut Rasulullah semakin keras tantangan yang dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam itu yaitu:[7]
a.    Persaingan berebut kekuasaan
Kaum Quraisy tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada agama seruan Rasulullah berarti tunduk kepada kekuasaan Bani Abdul Muthalib. Sedang suku-suku Arab selalu bersaing untuk merebut kekuasaan
b.    Penyamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya
Rasulullah SAW. menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hak sama ini adalah suatu dasar yang penting dalam agama Islam. Hal inilah yang tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy untuk menganut agama Islam, karena mereka anggap akan meruntuhkan tradisi-tradisi dan dasar-dasar kehidupan mereka.
c.    Takut dibangkit
Agama Islam mengajarkan bahwa pada hari kiamat manusia akan dibangkit dari kuburnya, dan mengatakan bahwa semua perbuatan manusia akan dihisab. Orang yang berbuat baik, kebaikannya itu akan dibalas, sebagaimana orang yang berdosa akan disiksa, karena kejahatan-kejahatan dan dosa-dosanya. Untuk itulah, para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat[8]
d.   Taklid kepada nenek moyang
Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. Karena itu, amat beratlah terasa oleh mereka meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama baru itu
e.    Memperniagakan patung
Ini adalah sebab materi. Orang Arab kebanyakan memahat patung yang menggambarkan dewa al Lata, al ‘Uzza, Manah dan Hubal. Patung-patung itu mereka jual kepada jama’ah-jama’ah haji. Mereka membelinya untuk mengharapkan berkat, atau untuk kenang-kenangan. Tetapi agama Islam melarang memahat patung, menjual patung dan apalagi sampai menyembahnya. Karena itu banyak pemahat dan penjual patung menandang Islam sebagai penghalang rezeki dan akan menyebabkan perniagaan mereka mati dan lenyap.
Karena itu, banyak cara yang ditempuh para kaum Quraisy untuk mencegah dakwah Rasulullah. Pertama-tama mereka mengira bahwa, kekuatan Rasulullah terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu, mereka menyusun siasat bagaimana melepaskan hubungan Rasulullah dengan Abu Thalib dan mengancam dengan mengatakan:
“Kami minta Anda memilih satu di antara dua: memerintahkan Muhammad berhenti dari dakwahnya atau Anda menyerahkannya kepada kami. Dengan demikian, Anda akan terhindar dari kesulitan yang tidak diinginkan. “Tampaknya, Abu Thalib cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut, sehingga mengharapkan Muhammad menghentikan dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan: “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak keluarga akan mengucilkan saya. “Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban kemenakannya itu, kemudian berkata: “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu.” [9]

Dari kutipan tersebut menurut kelompok kami, siasat atau rencana yang diawali dengan niat yang tidak baik pada akhirnya tidak akan pula menuai hasil yang baik sesuai dengan yang diinginkan, dan kita selaku umat manusia alangkah baiknya apabila mengikuti sifat Rasulullah yang dengan tegasnya dan tanpa rasa takut dalam dirinya, beliau tetap memperjuangkan amanat Allah yang diberikan kepadanya meskipun ditentang oleh banyak pihak.

Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus Walid ibn Mughirah dengan membawa Umarah ibn Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan, untuk dipertukarkan dengan Muhammad. Walid ibn Mughirah berkata kepada Abu Thalib: “Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh.” Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib.
Untuk kali berikutnya, mereka langsung kepada Rasulullah. Mereka mengutus Utbah ibn Rabiah, seorang ahli retorika, untuk membujuk Rasulullah. Mereka menawarkan tahta, wanita dan harta, asal Rasulullah bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Rasulullah dengan mengatakan: “Demi Allah, biar pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini, hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya”.[10]
Setelah cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Tindakan kekerasan itu lebih intensif dilaksanakan setelah mereka mengetahui bahwa di lingkungan rumah tangga mereka sendiri sudah ada yang masuk Islam. Budak-budak yang selama ini mereka anggap sebagai harta, sekarang sudah ada yang masuk Islam dan mempunyai kepercayaan yang berbeda dengan tuan mereka. Budak-budak itu disiksa tuannya dengan sangat kejam. Para pemimpin Quraisy juga mengharuskan setiap keluarga untuk menyiksa anggota keluarganya yang masuk Islam sampai dia murtad kembali.
Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Makkah terhadap kaum Muslimin itu, mendorong Rasulullah untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Makkah. Rasulullah menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat pengungsian, karena Negus (raja) negeri itu adalah seorang yang adil. Rombongan pertama sejumlah sepuluh orang pria dan empat orang wanita, diantaranya Usman ibn Affan beserta isterinya Rukayah puteri Rasulullah, Zubair ibn Awwam dan Abdurrahman ibn ‘Auf. Kemudian, menyusul rombongan kedua sejumlah hamper seratus orang, dipimpin oleh Ja’far ibn Abu Thalib. Usaha orang-orang Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk membujuk Negus agar menolak kehadiran umat Islam di sana, gagal. Di samping itu, semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, semakin banyak orang yang masuk agama ini. Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang kuat Quraisy masuk Islam, yaitu Hamzah ibn Abdul Muthalibdan Umar ibn Khattab. Dengan masuknya Islam kedua tokoh besar ini posisi umat Islam semakin kuat.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum kafir Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Rasulullah yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Dengan demikian, untuk melumpuhkan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah, mereka harus melumpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara keseluruhan. Cara yang ditempuh ialah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. Tidak seorang pun penduduk Makkah diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan dibuat dalam bentuk piagam dan ditanda tangani bersama dengan disimpan di dalam Ka’bah. Akibat boikot tersebut, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan yang tak ada bandingannya. Untuk meringankan penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya pindah ke suatu lembah di luar kota Makkah. Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7 kenabian ini berlangsung selama tiga tahun. Ini merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam. [11]
Pemboikotan itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Setelah boikot dihentikan, Bani Hasyim seakan dapat bernafas kembali dan pulang ke rumah masing-masing.
Setelah sepuluh tahun Rasulullah menyeru kepada agama Islam, beliau kehilangan dua orang yang sangat mendukungnya dalam menyebarkan agama Islam, yaitu Abu Thalib paman Rasulullah yang merupakan pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah isteri Rasulullah, meninggal dunia pula. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Rasulullah SAW. sepeninggal dua pendukung itu, kafir Quraisy tidak segan-segan lagi melampiaskan nafsu amarahnya terhadap Rasulullah. Melihat reaksi penduduk Makkah demikian rupa, Rasulullah kemudian berusaha menyebarkan Islam ke luar kota Makkah, dengan pengharapan akan dapat menemukan suatu tempat yang sesuai untuk dijadikan pusat dakwah. Namun, di kota tersebut yaitu kota Thaif, Rasulullah diejek, disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka di bagian kepala dan badannya. Rasulullah tidak berputus asa, biarpun dalam kesulitan yang semacam itu. Rasulullah hanya berseru:
“Ya Tuhanku! Aku tidak akan mempedulikan kesulitan-kesulitan semacam ini selama Engkau tidak marah kepadaku!”[12]
Sesudah peristiwa yang disebutkan itu, Rasulullah menjuruskan dakwah kepada jama’ah-jama’ah haji. Beliau temui jama’ah-jama’ah yang berdatangan dari seluruh penjuru tanah Arab itu. Sementara itu, kaum Quraisy sendiri tanpa mereka sengaja telah turut pula mempropogandakan seruan Islam kepada jama’ah-jama’ah haji itu. Kaum Quraisy mengatakan kepada jama’ah-jama’ah haji agar tidak tertipu dengan seruan Rasulullah. Dikatakannya Rasulullah itu orang gila, juru sihir dan lain sebagainya.
Akan tetapi campur tangan kaum Quraisy menimbulkan keinginan jama’ah-jama’ah haji hendak menemui Rasulullah agar mereka dapat melihat sendiri penyeru agama baru itu. Mereka akan menguji sampai dimana kebenaran ucapan kaum Quraisy berkenaan dengan Rasulullah dan seruannya itu.
Jadi, Rasulullah SAW. yang sedianya akan berusaha menemui orang, sekarang oranglah yang berdatangan menemuinya, ada yang dengan sembunyi-sembunyi dan ada pula yang secara terang-terangan.
Mereka datang dengan maksud akan melihat orang gila. Akan tetapi, bukan orang gila yang mereka temui. Yang mereka temui adalah orang yang paling cerdas akal dan pikirannya diantara semua hamba Allah. Mereka hendak melihat seorang juru sihir, tetapi yang mereka jumpai adalah seorang yang selama hidupnya jauh dari sihir dan mantera.
Dengan menjumpai Rasulullah, mereka dapat mendengar al Quranul Karim, dapat mendengar seruan, buah pikiran, agama, dan filsafat Rasulullah. Maka mulailah bersemi perasaan cinta dan hormat kepada Rasulullah dalam dada mereka.
Dalam suasana yang disebutkan di atas, setahun sebelum Rasulullah berhijrah ke kota Madinah, Rasulullah diperintahkan oleh Allah untuk menjalani Isra’ dan Mi’raj. Berita tentang Isra’ dan Mi’raj ini menggemparkan masyarakat Makkah. Rasulullah SAW. menceritakan pada suatu pagi bahwa beliau malam tadi dibawa oleh Jibril ke Masjid Aqsha di Palestina, dari sana beliau naik ke atas langit dan di malam itu juga beliau kembali ke Makkah. Kejadian Isra’ dan Mi’raj ini terjadi pada malam 17 Rajab tahun kesebelas kenabiannya (sekitar 621 M) ditempuh dalam waktu satu malam.[13]
Kaum Quraisy amat gembira mendengar cerita Rasulullah ini, karena hal ini menurut mereka dapat dijadikan bukti yang jelas tentang kedustaan dan kepalsuan seruan Rasulullah. Cerita yang menurut mereka amat berlebih-lebihan dan melampaui batas ini akan menjadi sebab yang dapat menjauhkan orang dari Rasulullah dan orang yang masih ragu-ragu akan segera meninggalkan Rasulullah, dan tidak akan memikirkan lagi untuk mengikuti dan menerima agamanya. Namun, perkiraan kaum Quraisy meleset. Akan tetapi, peristiwa Isra’ dan Mi’raj tetap mereka jadikan bahan untuk memfitnah Rasulullah, dan menuduhnya sebagai seorang pendusta, gila dan lain-lain sebagainya.
Kenyataannya, bahwa fitnah dan tuduhan ini semakin menambah perhatian manusia kepada Rasulullah. Mereka bertambah ingin hendak berkenalan dengan Rasulullah, agar dapat pula mendengarkan apa yang dituturkan mengenai agama baru itu.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu, Rasulullah kemudian memutuskan untuk mengembangkan Islam ke daerah lain yakni ke Madinah, beliau beserta kaumnya hijrah ke Madinah. Dengan berpindahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah, maka berakhirlah periode pertama perjalanan dakwah beliau di kota Makkah. Kurang lebih tiga belas tahun lamanya, beliau berjuang antara hidup dan mati menyerukan agama Islam di tengah masyarakat Makkah dengan jihad kesabaran, harta benda, jiwa dan raga.
C.           Keberasilan Dan Pengaruh Dakwa Islam
Sepatutnya kita memberikan perhatian sekilas terhadap aktivitas agung yang menjadi inti kehidupan Rasulullah dan yang membedakan beliau dari seluruh Nabi dan Rasul, sehingga Allah mengangkat beliau sebagai pemimpin orang-orang terdahulu maupun orang-orang di kemudian hari. Dikatakan kepada Rasulullah saw: “Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat), di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya).” (al-Muzzamil: 1-2)
“Wahai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!” (al-Muddatstsir: 1-2) Maka, beliau pun bangkit dan terus bangkit lebih dari dua puluh tahun, memikul beban amanat besar di bumi ini, seluruh beban aqidah, beban perjuangan dan jihad di berbagai medan. Beliau memikul beban perjuangan dan jihad di medan perasaan manusia yang tenggelam dalam angan-angan dan konsepsi jahiliyah serta terbelenggu oleh kehidupan dunia dan syahwat. Ketika perasaan manusia berhasil dibersihkan dari noda-noda jahiliyah dan kehidupan dunia, mulailah peperangan lain di medan yang lain pula, bahkan peperangan ini tiada putus-putusnya. Yaitu, peperangan melawan musuh-musuh da’wah Islam yang bersekongkol untuk menghancurkan da’wah ini sampai ke akarnya sebelum berkembang dan kokoh akarnya. Peperangan di jazirah Arab hampir saja berakhir, Romawi sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi umat yang baru ini serta menghadangnya di perbatasan bagian utara. Ketika semua ini berlangsung, peperangan pertama yaitu peperangan perasaan tidaklah berhenti, karena peperangan ini bersifat abadi, peperangan melawan syaithan. Sesaat pun syaithan tidak akan pernah meninggalkan aktivitasnya di dalam hati manusia. Di sanalah, Muhammad saw bangkit menyerukan da’wah Allah, dan melakukan peperangan yang tiada henti-hentinya di berbagai medan. Beliau berjuang menghadapi kesulitan hidup, padahal dunia berada di hadapannya. Beliau berjuang keras tidak kenal lelah, ketika orang-orang mu’min beristirahat menikmati ketenangan dan ketentraman. Semua itu beliau lakukan dengan semangat yang tak pernah kendor dan kesabaran tinggi. Beliau berjuang dalam melakukan qiyamul lail dan beribadah kepada Rab-Nya, membaca Al-Qur’an, dan bermunajat kepada-Nya sebagaimana yang diperintah-Nya.
Demikianlah, beliau hidup dalam perjuangan dan peperangan yang tiada henti-hentinya lebih dari dua puluh tahun. Selama itu, tidak pernah melalaikan suatu urusan karena sibuk dengan urusan yang lain. Sehingga, da’wah meraih suatu keberhasilan yang gemilang, sulit dicerna oleh akal manusia. Jazirah Arab tunduk kepada da’wah Islam, debu-debu jahiliyah tidak berhamburan lagi di kawasan jazirah Arab, dan akal yang menyimpang telah lurus kembali. Sehingga, berhala-berhala ditinggalkan, bahkan dihancurkan. Udarapun dipenuhi oleh gema suara tauhid. Suara adzan terdengar membelah angkasa di celah-celah padang pasir yang telah dihidupkan oleh iman yang baru. Para da’i bertolak ke arah utara dan selatan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan menegakkan hukum-hukum Allah. Berbagai bangsa dan kabilah bertebaran di mana-mana bersatu padu. Manusia pun keluar dari penyembahan terhadap hamba menuju peribadatan kepada Allah. Di sana, tidak ada pihak yang memaksa dan dipaksa, tidak ada tuan dan hamba, penguasa dan rakyat, orang yang zhalim dan terzhalimi. Semuanya adalah hamba Allah, bersaudara dan saling mmencintai, dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Allah telah menyingkirkan penyaki-penyakit jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang dari diri mereka. Di sana, tidaka ada kelebihan yang dimiliki oleh orang yang berkulit merah atas orang berkulit hitam, kecuali ketaqwaannya. Seluruh manusia adalah anak keturunan Adam, dan adam tercipta dari tanah. Berkat da’wah Islam, terwujudlah kesatuan Arab, keadilan sosial, kebahagiaan manusia dalam segala urusan dunia dan akhirat. Perjalanan hari dan wajah bumi pun berubah, demikian garis sejarah dan pola pikir. Sebelum ada da’wah Islam, dunia di kuasai oleh semangat kejahiliyahan, sehingga perasaannya memburuk, jiwanya membusuk, nilai-niali moral dan norma-norma sosialnya jadi kacau, dipenuhi kezhaliman dan perbudakan, dirongrong oleh gelombang kemewahan dan kemiskinan, diliputi oleh kekufuran, kesesatan dan kegelapan, meskipun pada saat itu sudah terdapat agama-agama langit. Namun, agama itu telah jauh diselewengkan oleh manusia, sehingga menjadi lumpuh, tidak berdaya menguasai manusia dan berubah menjadi beku, tidak hidup dan tidak memiliki ruh. Setelah da’wah Islam tampil dan memainkan perannya dalam kehidupan manusia, jiwa manusia menjadi bersih dari khayalan dan khurafat, perbudakan, kerusakan dan kebusukan, kekotoran dan kemerosotan. Masyarakat pun menjadi bersih dari kezhaliman dan kesewenang-wenangan, perpecahan dan kehancuran, perbedaan kelas, kediktatoran penguasa, dan pelecehan para dukun. Da’wah ini tampil membangun dunia di atas kesucian dan kebersihan, hal-hal yang bersifat positip dan membangun, kebebasan dan pembaruan, pengetahuan dan keyakinan, kepercayaan, keadilan, kehormatan, serta kinerja yang berkesinambungan untuk meningkatkan taraf kehidupan dan menjamin setiap orang untuk memperoleh hak-hak dalam kehidupan. Berkat perkembangan-perkembangan ini, jazirah Arab mengalami suatu kebangkitan yang penuh berkah, yang belum pernah dialaminya sejak adanya bangunan di atas jazirah tersebut.[14]











BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas, maka kami dapat menyimpulkan:
Makkah merupakan sebuah kota yang menjadi tujuan utama kaum muslimin dalam menunaikan ibadah haji. Di kota ini terdapat sebuah bangunan utama yang bernama Masjidil Haram dengan Ka’bah di dalamnya. Bangunan Ka’bah ini dijadikan patokan arah kiblat untuk ibadah shalat Umat Islam di seluruh dunia.
Perkembangan Islam di kota Makkah tidak berlangsung lancar, karena kepercayaan kaum Quraisy saat itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam yaitu menyembah berhala yang sudah berurat berakar dari nenek moyangnya.
Setelah Rasulullah SAW. datang dengan membawa keyakinan yaitu ketauhidan atau mengesakan Allah SWT. dan setelah Rasulullah menerima wahyu yang kedua dari Allah, barulah beliau mulai menyerukan agama Islam dengan melakukan dua periode dakwah: pertama, periode dakwah secara diam-diam atau rahasia; kedua, periode dakwah secara terang-terangan atau terbuka.
Banyak orang yang telah mendapat seruan Rasulullah, setelah Rasulullah melakukan dua periode dakwah tersebut diantaranya: Siti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid, Ummu Aiman, Abu Bakar. Dan ada juga yang terkenal dengan julukan “Assabiqunal Awwalun” (orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam). Mereka ialah : Utsman ibnu Affan, Zubair ibnu Awwam, Abdurrahman ibnu ‘Auf, Sa’ad ibnu Abi Waqqash, Thalhah ibnu Ubaidillah, Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah dan Al Arqam ibnu Abil Arqam, dan lain-lain.
Namun, setelah kaum Quraisy mengetahui seruan Rasulullah tersebut yang telah banyak mempengaruhi orang Makkah masuk agama Islam, maka kaum Quraisy menentang agama tersebut. Adapun faktor yang mendorong kaum Quraisy menentang seruan Islam antara lain: Persaingan berebut kekuasaan, penyamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya, takut dibangkit, taklid kepada nenek moyang, memperniagakan patung.
Memang banyak rintangan yang dihadapi Rasulullah dalam berjuang mendakwahkan Islam, namun pada akhirnya banyak pula masyarakat Makkah yang memeluk Islam, terutama dari kalangan budak, kebanyakan dari merekapun di siksa tuannya. Kejadian tersebut menyadarkan masyarakat untuk memeluk agama Islam karena mereka beranggapan bahwa kaum Quraisy adalah kaum yang kejam.
Adapun peristiwa yang terjadi di Makkah setelah datangnya Islam adalah menyeru Bani Muthalib, hijrah ke Habasyah, pemboikotan Bani Hisyam dan peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Dan setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj tersebut, Rasulullah SAW. kemudian memutuskan untuk mengembangkan Islam ke daerah lain yakni ke Madinah, beliau beserta kaumnya hijrah ke Madinah.

B.       Saran
Demikianlah makalah yang kami susun ini, semoga dengan makalah ini para pembaca begitu pula bagi penyusunnya sendiri dapat mengetahui dan memahami tentang bagaimana awal dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah agar kita bertambah cinta kepada beliau. Jangan pernah berhenti untuk mempelajarinya, karena makalah kami ini di dalamnya banyak terdapat ilmu yang dapat dipetik.
Adapun kekurangan dari makalah ini, kami mohon maaf. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca yang sifatnya membangun, demi untuk menyusun makalah selanjutnya.




[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: Rajawali Pers. 2013), h. 87
[3]  A. Syalabi,  Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru. 2003), h. 85
[4]  Badri Yatim, Op.cit., h. 89
[5]  Ibid,. h. 91.
[6]  A. Syalabi, Op. cit., h. 87-90.
[7]  A. Syalabi,  Sejarah dan Kebudayaan Islam 1.( Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru. 2003), h. 40
[8] Ibid., h. 42
[9]  Ibid,. h. 47
[10]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007), h. 31
[11]  Ibid,. h. 39.
[12]  A. Syalabi, Op.cit,. h. 49
[13] A. Syalabi, Op.cit., h. 51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar